Rabu, 19 Agustus 2009

pengalaman menjadi drummer

Pasti diantara personil Band, seorang Drummer selalu terbelakang, bukan karena posisinya yang selalu berada dibelakang personil lainnya tapi popularitas seorang drummer biasanya selalu dibawah sang vokalis atau gitaris. tak tahu kenapa tapi realitanya seperti itu.

Padahal untuk menjadi seorang drummer itu tak gampang, banyak duka yang mengiringinya. Seperti pada pengalaman saya ketika pertama kali mengenal dan memegang sebuah set drum, awalnya saya tidak tertarik dengan musik, ketertarikan saya lebih kepada sepak bola sampai saya pernah memohon kepada orang tua saya untuk masuk sekolah sepak bola, hal itu karena saya ingin sekali menjadi pemain sepak bola terkenal yang bergelimangan uang sehingga nantinya saya bisa memberikan sebagian penghasilan saya di sepak bola kepada orang tua saya, pikir saya kala itu, namun semua itu sirna ketika saya beranjak masuk SMA yang notabene saat itu sedang boomingnya Nge-band dan secara tak sadar cita-cita untuk menjadi pemain sepakbola profesional tak terbersit lagi.

Sadar tidak bisa memainkan alat musik apapun, di bangku SMA dulu tepatnya di kelas 1 SMA, saya hanya ikut teman-teman saya yang bisa memainkan alat musik, ketika mereka nge-band di sebuah studio musik. Duduk terperanga dan iri karena hanya bisa menonton, merupakan perasaan dan “kegiatan” saya ketika ikut teman-teman nge-band. Lantas suatu hari, karena iri hati terhadap teman-teman yang nge-band, saya pun memutuskan untuk ikut sekolah musik, bidang perkusi (drum) menjadi pilihan saya, tak tahu kenapa ketika saya melihat drummer terkesan cool walaupun posisinya terhalang oleh personil lain.

Baru sekitar 3 bulan menjalani kursus drum, saya ditawari seorang teman untuk nge-band guna ikut mengisi acara perpisahan kakak kelas kami. Ragu dan tidak percaya diri saya timbul karena takut bemain jelek secara baru 3 bulan main drum, tapi rasa nekad yang membuat saya ikut dan terima tawaran teman saya itu, belum apa-apa rasa sedih dan duka menyelimuti hati saya, karena sering melakukan kesalahan ketika latihan, baik itu lupa lagu yang dibawakan ataupun ketukan yang masih lemah. Rasanya saya ingin mengundurkan diri saja dari band itu, karena sering disalahkan oleh teman-teman lain. Ah lagi-lagi nekad, yang membuat saya untuk tetap jalan terus dan bersikap acuh terhadap omelan teman-teman lainnya yang pada akhirnya saya sudah bisa beradaptasi dan memperbaiki segala kekurangan saya.

Setelah latihan sekitar 2 minggu sampailah kami pada audisi, yang merupakan tahap seleksi lolos atau tidaknya sebuah band untuk mengisi acara pada perpisahan nanti, dan alhamdullah band kami lolos audisi itu padahal waktu audisi, saya nervous karena ini baru pertama kali. Saat itu band kami memainkan lagu dariRadio Head “Creep”, saat audisi. Sangat tepat kami memilih lagu itu karena bagi saya tempo dan beat nya standar (hehehe).

Sampailah kami pada hari H, yaitu perpisahan kakak kelas kami yang sudah lulus. Saat itu band kami mendapat giliran di urutan pertengahan dari keseluruhan penampilan band yang mengisi acara. Melihat band-band yang tampil lebih dulu, lagi-lagi saya “takut” naik panggung, karena penampilan band sebelum band kami itu bagus-bagus, terutama drummer-nya yang sangat ahli menabu drum.

duuh deg deg-an banget gw nih, yang laen maennya keren keren banget” ucap saya kepada seorang teman yang juga seorang gitaris dari band kami. Rasa nervous , makin menjadi-jadi ketika nama band kami dipanggil oleh MC untuk naik ke atas panggung, kaki saya sampai gemetar menaiki anak tangga pada panggung itu.

Namun anehnya, setelah saya duduk di belakang set drum yang akan saya mainkan itu, saya merasa percaya diri yang langsung memuncak, serasa sudah profesional, lantas pun saya ber-solo ria sambil menunggu teman-teman yang lagi sibuk mengatur alat yang menjadi pegangan mereka masing-masing.wouw, ternyata permainan solo saya mendapatkan tepukan dari penonton, padahal dalam hati kecil saya berkata “kok pada tepuk tangan ya, kan gw maennya asal-asalan hehehehe“.

Ketika itu kami memainkan lagu Adam’s Song dan Dammit (Blink 182). Setelah kami unjuk gigi memainkan lagu yang kami bawakan, tiba-tiba seorang teman dari lain band mandatangi saya dan meminta saya untuk menjadi drummer band mereka dalam membawakan lagu Bring me to life (Evanescene) yang lagiboomingwaktu itu, kaget dan heran karena ia menganggap permainan saya bagus padahal saya sendiri merasa bahwa permainan saya biasa-biasa saja bahkan buruk.

Teman saya itu memaksa saya untuk menjadi drummer band mereka, tapi saya menolaknya dengan alasan cape. Sebenarnya tidak cape tapi tidak hapal lagunya (hehehe) dan akhirnya mereka pun mengerti dan menerima alasan saya.

Setelah itu yang merupakan pengalaman saya menjadi anggota band dan sebagai drummer, saya menjadi benar-benar terobsesi untuk menjadi terkenal sampai banyak tawaran untuk membuat sebuah band dengan teman-teman yang lain, bahkan saya sempat bergabung dalam 5 band musik dalam waktu yang bersamaan. Total band yang saya pernah ikut bergabung sekitar 8 band, namun dari kesleuruhan band itu merupakan band “kampung” dan beberapa masih indie, tetapi itu sudah membuat saya senang karena rasa iri yang dulu menghantui saya ketika dulu melihat teman-teman SMA pandai bermain musik, terbayar lunas.

Sayangnya, saat ini sulit sekali memiliki waktu seperti dulu yang masih sering bermain drum, hampir 2 tahun lamanya saya tidak memegang drum stick yang biasa saya gunakan untuk “menggebuk” drum. Tangan dan kaki yang biasa menendang bas drum ini terasa kaku karena lamanya vakum nge-band.

Untuk melatih tangan saya agar tidak kaku, lebih baik saya menulis untuk Kompasiana ini walaupun hanya jari-jari saya yang digunakan (hehehe) dan melenturkan kaki saya yang biasa “menendang” bas drum ini dengan bermain futsal yang alhamdulillah masih sering saya lakukan.

Tapi….Lagi-lagi kandas hasrat untuk menjadi drummer terkenal. ^_